Blogger Template by Blogcrowds.

Bos Sawit Serobot Lahan Transmigran

Kamis, 22 April 2010

PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Bos perkebunan sawit PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) diduga menyerobot lahan warga transmigran di Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

"Lahan warga transmigrasi yang diserobot pada areal lahan usaha (LU) 2," kata Koordinator Warga Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Darson Kamri di Palangkaraya, Rabu (21/4/2010).

Ia mengatakan, berdasarkan keputusan bersama tim yang turun ke lapangan pada Februari 2010 dipimpin oleh Kantet Sriwaluyo dari Pemkab Seruyan, terbukti bahwa lahan pada areal LU 2 yang kini ditanami kelapa sawit itu merupakan lahan untuk transmigran Desa Panca Jaya.

Untuk itulah, 28 warga desa tersebut mendatangi Pemrov Kalteng minta upaya penyelesaian sengketa lahan. Mereka menuntut pihak perusahaan mengembalikan lahan pada areal LU 2 dan membayar ganti rugi tanam tumbuh.

Ia mengatakan, lahan yang diserobot pihak perusahaan seluas 600 hektare merupakan lahan milik 300 keluarga yang masing-masing memiliki luas lahan dua hektare. "Kami sudah menjadi warga transmigran di wilayah itu sejak tahun 1999, sedangkan perusahaan masuk wilayah kami pada tahun 2003," katanya.

Akibatnya, warga transmigran tidak dapat mengelolanya menjadi lahan pertanian sehingga saat ini hanya mengelola lahan yang ada pada lahan pekarangan. Mereka sebagian berasal dari Nusa Tenggara Timur dan lokal.

Sebelum mengadu ke kantor gubernu dan Wakil Gubernur Achmad Diran, para transmigran mendatangi DPRD Kalteng namun tidak ada satu anggota dewan pun yang sudi menemui.

Kedatangan para transmigran ini juga mendapat perhatian dari Kepala Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kalteng, Freddy S dengan memberikan nasi bungkus sebagai sarapan. Menurut Kepala Biro Protokol Pemprov Kalteng, Kardinal Tarung, pemprov akan memfasilitasi pertemuan antara perusahaan dengan warg sebelum Pilkada 2010.

Nyepi Bagi Kaharingan, Pengendalian Diri dan Pengekangan Indera

Senin, 19 April 2010

(MuaraTeweh): Hari raya Nyepi bagi umat hindu Kaharingan merupakan pengendalian diri dan usaha pengekangan indera tuk mencapai puncak keheningan jiwa. Dengan begitu, pikiran, perkataan dan perbuatan dapat dikendalikan agar tercermin perilaku santun, arip dan bijaksana.

Kemaren, Senin (20/4/2010) pagi, Hari Raya Nyepi dirayakan umat Hindu Kaharingan Kabupaten Barito Utara, Kalteng di balai Induk Basarah di Jalan Teluk Mayang, Muara Teweh.

Hadir pada perayaan itu di antaranya Direktur Urusan Agama Hindu Pusat, Ketut Lancar, Kementerian Agama Kalteng Oka Swastika dan Ketua Majelis Besar Daerah Palangkaraya yang juga Ketua STAHN, Ketut Subagiarta.

Acara itu juga di hadiri unsur Muspida Barut. "Saya atas nama segenap PNS dilingkungan Pemkab Barito Utara mengucapkan selamat Nyepi bagi umat Kaharingan. Semoga umat kaharingan makin meningkat kualitas mental dan spritualnya," ucap Wakil Bupati Barut Drs Oemar Zaki Hebanoedin, dalam kesempatan pidato pada acara itu.

Aktivis Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah Tolak Alihfungsi Hutan


Aktivis lingkungan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yang tergabung dalam Save Our Boreno (SOB) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, menolak alihfungsi hutan setempat.

Karena itu, mereka mendesak Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menolak permohonan izin pelepasan kawasan hutan maupun izin pinjam pakai kawasan hutan yang diajukan sejumlah perusahaan perkebunan dan pertambangan setempat.

Koordinator SOB Nordin mengatakan, pembukaan hutan hanya akan memperparah kerusakan hutan di Kalteng, padahal upaya rehabilitasi sangat minim. Hal itu juga bertentangan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang bertekad terus menurunkan emisi.

Nordin juga bingung atas perubahan sikap Pemprov Kalteng yang belum lama ini memberikan rekomendasi pengajuan usulan izin itu ke Kementerian Kehutanan. Padahal, selama ini Gubernur Agustin Teras Narang selalu mengingatkan bupati/wali kota agar menunda pemberian izin, khususnya yang masuk kawasan hutan, hingga nanti Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng selesai.

”Kami minta Pemprov tetap konsisten mempertahankan hutan di Kalteng,” tandasnya.(*)

Rakor Jalan - Bupati Jangan Asal Terbitkan Izin

Minggu, 18 April 2010

Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang mengkritik kebijakan bupati/walikota di Kalteng yang terkesan asal-asalan dalam menerbitkan izin bagi perusahaan pertambangan untuk melintas di jalan-jalan umum.

Para bupati/walikota begitu mudah mengeluarkan izin kepada perusahaan pertambangan dan perkebunan besar tanpa memikirkan dampaknya.

“Selama kepemimpinan Teras-Diran, kami tidak pernah mengeluarkan izin, baik untuk pertambangan maupun perkebunan. Semua perizinan dikeluarkan bupati/walikota. Semestinya kalau memberikan perizinan, dipikirkan terlebih dahulu infrastrukturnya,” kata Teras dalam arahannya pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penggunaan Jalan oleh Perusahaan Perkebunan dan Pertambangan, di Aula Jayang Tingang, Selasa (13/4).

Menurut Teras, struktur tanah di Kalteng labil dan masuk kategori kelas III. Jika dibangun jalan, kekuatan maksimalnya hanya untuk muatan delapan ton.

Namun, fakta di lapangan, hampir semua perusahaan pertambangan dan perkebunan mengangkut hasil produksinya melebihi kapasitas maksimal tonase jalan.

Teras mencontohkan ruas jalan Kandui-Muara Teweh, yang menurutnya pada 2005 hancurnya luar biasa, namun sekarang sudah diperbaiki dan cukup lumayan untuk dilalui. Tahun 2010 ini, provinsi sudah menganggarkan perbaikan untuk ruas jalan tersebut.

“Makanya, kemarin saya perintahkan jangan ada satu pun kendaraan perusahaan yang mengangkut batu bara melebihi tonase delapan ton lewat jalan tersebut,” kata Teras.

Jika kondisi ini dibiarkan, berapa pun uang yang dikucurkan untuk membangun dan memelihara jalan di Kalteng, tidak akan berarti apa-apa.

Mirisnya lagi, ada kecenderungan jalan tersebut seolah-olah milik truk perusahaan, sebab pengguna jalan lainnya harus menyingkir jika berpapasan.

Saat ini, Pemprov telah menginventarisir, setidaknya ada enam ruas jalan sering dilintasi perusahaan pertambangan dan perkebunan, di antaranya Pelantaran-Tumbang Sangai, Tumbang Kalang-Tumbang Sangai, Tumbang Sangai-Parenggean, Pundu-Tumbang Samba, Palangka Raya-Kurun, dan Kandui-Muara Teweh.

Teras mengatakan, rakor kali ini bertujuan untuk mengajak para pengusaha agar turut memikirkan langkah-langkah pemeliharaan jalan. “Provinsi dan kabupaten punya anggaran untuk pemeliharaan jalan, tapi tidak cukup kalau tidak dikeroyok bersama,” tegas Teras.

Pada kesempatan itu, Teras secara langsung juga memerintahkan para kepala dinas, badan, Sekdaprov bersama empat kabupaten yang hadir dan para pengusaha, segera mencari solusi bagaimana menjaga, memelihara, dan membangun jalan-jalan yang ada.

Teras memberi deadline minimal dalam satu minggu sudah ada hasil dan langkah-langkah konkret. Teras, bahkan berjanji akan mengecek terus dan langsung turun ke lapangan. Menurutnya, ada banyak solusi yang bisa dihasilkan, bahkan tidak menutup kemungkinan ada perusahaan yang bersedia membangun jalan sendiri.

Rakor diikuti para pengusaha pertambangan dan perkebunan, jajaran Pemkab Katingan yang dipimpin langsung Bupati Duwel Rawing, Wakil Bupati Barito Utara dan jajarannya, utusan Pemkab Gunung Mas, Pemkab Kotawaringin Timur, serta para Camat dan sebagian Kepala Desa dari keempat kabupaten tersebut.

Kecamatan Mendukung

Sementara itu, Camat Cempaga Hulu Wim RK Benung mengaku sangat mendukung arahan Gubernur agar melibatkan provinsi dan kabupaten serta perusahaan dalam proses pemeliharaan dan perbaikan jalan.

“Kami dukung apa yang diarahkan pak Gubernur agar melibatkan perusahaan dalam merawat dan memperbaiki jalan. Lebih bagus lagi kalau perusahaan sampai membuat jalan sendiri,” kata Wim.

Di Kecamatan Cempaga Hulu, saat ini telah beroperasi 11 perusahaan besar swasta (PBS) sawit, hampir semuanya sudah produksi dan melintasi ruas Jalan Pelantaran-Parenggean, Pundu-Tumbang Samba, juga ada yang melintasi Jalan Cjilik Riwut (Pundu-Pelantaran).

Menindaklanjuti hasil-hasil Rakor, Wim berjanji segera memanggil pihak perusahaan untuk melakukan pertemuan di tingkat kecamatan. Sebab, dalam rakor ini ada sebagian perusahaan tidak hadir.

“Hasil pertemuan dengan perusahaan, yang juga melibatkan tokoh masyarakat dan seluruh kepala desa, itu sebagai bahan rapat di tingkat kabupaten,” ujar Wim.

Selain itu, kebijakan Gubernur Kalteng untuk menertibkan dan menginventarisasi setiap perusahaan yang angkutan kendaraannya melewati jalan negara dan jalan provinsi, juga didukung aparat desa yang hadir.

Kepala Desa Cempaka Putih, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotim Gaib Nugroho mengatakan, meski kedatangan investor ke daerah sangat menguntungkan, namun muatan kendaraan yang melebihi kapasitas merupakan salah satu penyebab utama kerusakan jalan negara maupun jalan provinsi.

Dia setuju pada paparan Gubernur bahwa meskipun kualitas bahan untuk pembangunan jalan provinsi maupun negara baik dan tinggi, namun akan tetap mengalami kerusakan bila setiap hari dan setiap jam dilewati puluhan kendaraan yang rata-rata mengangkut muatan hingga 10-15 ton.

“Saya mendukung apa yang diarahkan pak Gubernur. Berdasarkan pengalaman saya bertugas, memang betul banyak jalan rusak karena kendaraan mengangkut muatan berlebih,” katanya.

Gaib juga mengakui jika andil investor dalam pengembangan Kalteng, khususnya daerah Cempakga Hilir, sangat dibutuhkan. Namun di sisi lain, sebaiknya investor mau bekerja sama dengan pemerintah dalam pemeliharaan jalan provinsi ini.

“Saya sadar dan mengerti, dana pemerintah untuk pemeliharaan jalan sangat terbatas, sehingga kami sangat mengharapkan pengusaha bisa membuka hati dan mata. Ini bukan hanya jalan perusahaan, namun juga jalan untuk masyarakat umum,” tambah Gaib.

Siap Jaga Tonase

Sejumlah pengusaha perkebunan dan pertambangan merespon positif permintaan Gubernur Kalteng supaya turut memelihara jalan-jalan provinsi dan lintas kabupaten yang dilalui oleh truk-truk pengangkut batu bara dan kelapa sawit.

Mereka dapat menerima pengenaan denda apabila kendaraan pengangkut melebihi tonase, asalkan ada ketegasan dari pihak Pemda terhadap para pelanggar. Dena atau sanksi tegas, sesuai aturan yang berlaku.

Salah satu dari peserta rakor Erfan dari PT Bisma Dharma Kencana yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit di areal lintas poros Katingan-Kotim menerima dengan baik permintaan Gubernur sebagai sikap peduli terhadap peningkatan prasarana jalan di Kalteng.

“Tidak apa-apa. Apa yang diminta Gubernur itu kita bantu dan dukung. Jalan-jalan itu jelas kami lewati setiap waktu, meskipun sebenarnya pengangkutan kelapa sawit dan CPO sangat jauh di bawah delapan ton. Yang penting, pengawasannya,” katanya kepada Tabengan.

Pengawasan yang dimaksudkannya, harus ada petugas dari DLLAJR dan Dinas Perhubungan mengawasi penggunaan jalan. Bahkan, jika dimungkinkan, setiap hari dioperasikan jembatan timbang untuk membatasi tonase kendaraan pengangkut.

“Demikian juga terhadap setiap pelanggaran yang dijumpai di lapangan agar dikenakan sanksi tegas. Kalau bisa dikenakan denda untuk setiap tonase yang kelebihan, sehingga benar-benar memberi efek jera,” tegas Erfan.

Lebih jauh Erfan mengungkapkan, dirinya merasa puas dengan program pemerintahan Teras Narang-Achmad Diran yang sudah bersusah payah menuntaskan rencana pembangunan infrastruktur selama lima tahun ini.

“Ini merupakan pemenuhan janji beliau ketika dilantik lima tahun lampau. Kami puas dan sangat terbantu dengan perbaikan prasarana jalan sekarang ini.

Tapal Batas Kotim masih Sengketa

Jumat, 16 April 2010

(Sampit): Tapal batas Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dengan Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), ternyata hingga kini belum ada ketetapan bahkan terus disengketakan masing-masing pihak.

"Tapal batas Kotim dengan dua kabupaten tetangga masih belum jelas, sementara yang berwenang menetapkan tapal batas kabupaten adalah pemerintah provinsi," kata Bupati Kotim Wahyudi K Anwar di Sampit, kemarin.

Berdasarkan kesepakatan bersama, ujar Wahyudi, penetapan tata batas wilayah antara Kotim dengan Seruyan dan Katingan diserahkan sepenuhnya kepada Pemprov Kalteng.

Wahyudi mengatakan, sesuai berita acara rapat yang terakhir digelar 21 April 2009, masih terdapat ketidaksepakatan dengan kabupaten Seruyan. Kondisi ini mengakibatkan penetapan tapal batas ketiga kabupaten diserahkan kepada gubernur.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, penetapan tapal batas kabupaten diserahkan kepada pihak provinsi.

Sedangkan untuk tata batas kecamatan, desa/kelurahan di Kotim kurang lebih 65,7 persen sudah selesai dan telah ditetapkan. Pemkab Kotim berharap tapal batas wilayah antar kabupaten dapat segera diselesaikan, sehingga desa/kelurahan yang berada di wilayah tapal batas bisa mendapatkan pembangunan.

Wahyudi menambahkan, penyelesaiaan dan penetapan tapal batas yang wilayahnya sudah jelas masuk ke daerah Kotim akan segera diselesaikan, agar pembangunan dan pemerintahan masing-masing desa/kelurahan dapat berjalan dengan maksimal.(*)

Perusahaan 'Berjamaah' Langgar Amdal


(MuaraTeweh): Maraknya kegiatan penambangan batu bara di hutan Desa Lemo, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Kalteng, ternyata sama sekali belum membawa kebaikan bagi masyarakat sekitar lokasi tambang.


Sebaliknya kegiatan perusahaan tambang dinilai warga Desa Lemo justru berakibat fatal bagi kelestarian lingkungan desa setempat. Kondisi ini jadi tak ada timbal baliknya karena perusahaan, lebih memilih karyawan luar daerah dibanding memanfaatkan tenaga lokal.

Warga Lemo yakin, bertambahnya luasan kawasan yang rusak akan lebih cepat terjadi mengingat pengamatan mereka selama ini masih belum menemukan perusahaan tambang yang beritikad baik memperbaiki kerusakan lingkungan, meski hanya disekitar puluhan titik bekas galian mereka.

Terhadap bukti dan fakta dilapangan yang kini terjadi, warga kembali menuding bila kegiatan perusahaan tambang di hutan desa mereka melanggar dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Kepala Desa Lemo I Nuripansyah mengatakan, pelanggaran terhadap dokumen Amdal sangat signifikan di wilayah Lemo. “Kami tegaskan, semua perusahaan harus melaksanakan kegiatan sesuai dengan dokumen Amdal. Agar masyarakat tak dirugikan, karena lingkungan sekitarnya rusak,” katanya saat mengikuti sosialiasi Amdal salah satu perusahaan yang masuk ke Desa Lemo I, kemarin.

Menurut Nuripansyah, penyusunan dokumen Amdal seringkali tanpa melibatkan penjajakan dari bawah, khususnya menyangkut kepentingan masyarakat. Padahal Amdal bukan hanya menyangkut lingkungan, tapi juga di dalamnya mencakup aspek sosial dan ekonomi masyarakat. “Karena orang Dayak hidup mengandalkan lingkungan alam sekitarnya. Kalau itu (lingkungan) rusak, kehidupan mereka jadi terancam,” paparnya.

Banserudin warga Desa Lemo I membenarkan, banyak perusahaan tambang tak mampu menjaga sumber air di sekitar lokasi tambang. Perhatian untuk menjaga kelestarian sumber air bersih amat minim. Akibatnya sungai tercemar dan warga tak bisa lagi mengonsumsi air bersih.

Anggota BPD Lemo I Heri menegaskan, komitmen Amdal jangan hanya sebatas syarat supaya perusahaan tambang bisa melakukan eksploitasi. Tapi harus didasari niat baik dan tulus, sehingga berdampak positif kepada masyarakat, pihak perusahaan, dan pemerintah.

Ketika diminta komentarnya, Yanse Arifinando, seorang tenaga teknis Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Barut menyatakan, Amdal dinilai oleh komisi Amdal. Kepala desa dan tokoh masyarakat termasuk dalam komisi tersebut. “Dokumen Amdal harus disampaikan secara transparan kepada masyarakat. Warga berhak memantau Amdal. Perusahaan jangan tertutup soal pelaksanaan Amdal,” beber pria jebolan program magister lingkungan di Belanda itu.(*)

Tambang Kalsel Abaikan Dokumen Amdal


Penyebab kerusakan hutan akibat kegiatan perusahaan tambang batu bara yang terjadi di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan kian lengkap. Hampir semua perusahan tambang ternyata melakukan ekploitasi di luar ketentuan perizinan yang sangat menyalahi dari dokumen analisa dampak lingkungan (Amdal).

Kabid Analisisa Pencegahan Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel Asbiani mengatakan hal ini saat sosialisasi undang-undang lingkungan yang diikuti karyawan perusahaan perkebunan, pertambangan, karet, dan lainnya.

Menurut Asbiani, banyak perusahaan sawit yang tidak sesuai dengan Amdal dan perizinan lainnya. Dalam perizinan produksinya hanya 30 TBS ton/per jam, namun faktanya kini mencapai 60 TBS ton/jam. Artinya, telah terjadi peningkatan dua kali lipat produksi kelapa sawit. Begitu juga dengan perusahaan pertambangan batu bara dan lainnya.

Ia mencontohkan, di perusahaan pertambangan bahwa sesuai izin eksploitasi batu bara hanya sampai 5 ton per hari ternyata di lapangan mencapai 15 ton per hari. Peningkatan produksi tersebut telah mengubah desain lingkungan dan seharusnya dilakukan peninjauan ulang terhadap Amdalnya.

Tapi hal itu tidak dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan sawit maupun tambang batu bara dan tambang lainnya. Dikhawatirkan, bila hal tersebut terus dibiarkan, maka akan membuat kondisi lingkungan di Kalsel semakin rusak dan tidak terkendali.

Terhadap perusahaan tersebut di atas, pihaknya akan melakukan audit lingkungan dengan ancaman hukuman yang cukup berat. Sayang, pihak BLHD belum bersedia menyebutkan nama-nama perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut di atas, dengan alasan sedang dalam proses pembinaan.

Ancaman hukuman, kata dia, tidak hanya dikenakan pada perusahaan, tetapi juga pada instansi yang mengeluarkan izin. Pejabat yang memberikan izin terhadap perusahaan yang belum memiliki Amdal juga dikenakan ancaman hukuman selama tiga tahun dan denda hingga Rp3 miliar

"Saat ini ada beberapa perusahaan yang operasionalnya di Kalsel, namun saat ditanya tentang Amdal katanya berada di Jakarta, sehingga sangat menyulitka. Padahal perusahaan di Kalsel jumlahnya ratusan," katanya.

Dari 60 perusahaan tersebut, kata dia, sistem pelaporannya juga tidak terus menerus atau kadang dilaporkan kadang tidak. Hal tersebut membuat pemantauan persoalan lingkungan pada perusahaan tidak bisa maksimal.

UKL/UPL adalah salah satu instrumen pengelolaan lingkungan yang menjadi persyaratan perizinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor. Dokumen UKL-UPL dibuat pada fase perencanaan proyek sebagai kelengkapan dalam memperoleh perizinan untuk proyek-proyek yang dampak lingkungannya dapat diatasi dengan skala pengendaliannya kecil dan tidak kompleks.(*)

Hentikan Ekspansi Kebun Sawit


Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat (Kalbar), Blasius Hendi Chandra menegaskan, sebaiknya pemerintah daerah di Kalimantan Barat menghentikan ekspansi perkebunan sawit. Luas lahan perkebunan yang saat ini mencapai hampir 600 ribu hektar dinilai sudah cukup luas.

“Sebaiknya perluasan dihentikan dulu dan lebih difokuskan bagaimana memperbaiki kualitas kebun yang sudah ada. Pemerintah sebaiknya lebih memprioritaskan pembenahan regulasi dan menuntaskan berbagai persoalan yang muncul terkait perkebunan sawit,” katanya di Hotel Kapuas Palace, kemarin.

Sebagai contoh disebutkan, dari hasil studi Walhi di Kabupaten Ketapang beberapa waktu lalu, sedikitnya ada 400 ribu hektar lahan perkebunan sawit yang seluruhnya atau sebagian tumpang tindih dengan kawasan hutan. Belum lagi persoalan sosial yang terjadi misalnya konflik tanah.

Sampai dengan akhir 2008, Walhi mencatat sedikitnya 20 kasus konflik tanah yang mengemuka di kabupaten ini. Selain itu, ada pula perusahaan yang selama beberapa bulan tidak membayar puluhan ribu warga (kasus Benua Indah Group). “Kasus-kasus yang terjadi sangat banyak. Sebaiknya itu dulu dibenahi. Jangan sampai nanti malah menambah persoalan,” ujar dia.

Pemerintah provinsi mencadangkan lahan untuk perkebunan sawit seluas 1,5 juta hektar pada 2025. Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Idwar Hanis sebelumnya mengakui ada perkembangan areal perkebunan sawit di provinsi ini mengalami lompatan yang cukup tinggi. Pada akhir 2008, luas areal perkebunan sawit hanya sekitar 480 ribu hektar. Tetapi pada akhir 2009 sudah melonjak menjadi sekitar 550 ribu hektar.

Menurut Idwar, pemerintah provinsi dalam hal ini hanya bersifat memantau pemanfaatan lahan bagi peruntukan komoditas-komoditas yang diunggulkan. Apabila salah satu kabupaten atau seluruhnya cenderung mengembangkan satu komoditas saja seperti sawit, pemprov akan memberikan peringatan dan pertimbangan teknis.

“Kita hanya ingin 2015 luas sawit hanya 1,5 juta hektar. Jadi, kalau izin yang dikeluarkan kelebihan, kita akan beri warning dan pertimbangan-pertimbangan teknis,” katanya.

Setiap lima tahun, pihaknya akan melakukan review terhadap perluasan perkebunan sawit. Pemprov tak bisa banyak menyampuri kebijakan masing-masing kabupaten. Pemprov hanya bisa memberikan koridor-koridor atau format tentang pengembangan perkebunan di kabupaten, seperti target luas arealnya serta bagaimana kesesuaiannya rencana makro. Selain itu, sudah ada juga perangkat aturan (sisi normatif) yang mesti dipatuhi misalnya tentang ruang-ruang dibolehkan untuk pengembangan perkebunan dan sebagainya.(*)

Perusakan Hutan di Kaltim Dilaporkan ke KPK

Sabtu, 10 April 2010

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur resmi melaporkan kasus perusakan hutan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kasus yang dilaporkan adalah pembabatan kawasan Hutan Lindung Nunukan oleh Pemkab setempat.

"Laporan ini sebagai upaya kami untuk mendesak pihak-pihak berwenang segera menuntaskan masalah itu, kami juga sebelumnya sudah melaporkan kepada Polda Kaltim untuk memproses Bupati Nunukan dan Bupati Bulungan yang membabat hutan di Pulau Bunyu untuk kegiatan pertambangan batu bara," kata Direktur Ekskutif Walhi Kaltim Isal Wardhana di Samarinda, Sabtu (10/4).

Laporan resmi itu tertanggal 8 April 2010 dengan nomor surat 051/ED-Walhi Kaltim/IV/2010 dengan perihal indikasi pelanggaran penggunaan Hutan Lindung Pulau Nunukan. Sebelumnya, saat mengadakan pertemuan dengan sejumlah LSM di Kaltim, ia juga melaporkan kasus itu langsung kepada Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto yang didampingi Humas KPK, Johan Budi di Balikpapan, Jumat (9/10)Â saat mengadakan kunjungan kerja ke Kalimantan Timur.

"Kegiatan di hutan lindung untuk eksploitasi batu bara di Pulau Bunyu, Bulungan dan pembabatan hutan dengan alasan pembukaan jalan di Kabupaten Nunukan jelas melanggar Pasal 38 dan Pasal 50 dalam UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan," imbuh dia.

Ia menambahkan bahwa izin pinjam pakai di dalam kawasan hutan lindung harus dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, jadi terhadap dua kasus tersebut pihaknya menilai bupati sangat bertanggung jawab sehingga Polda harus mengusutnya. Sesuai UU No. 41 maka pelanggaran atas kedua pasal itu merupakan tindakan pidana dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 Miliar sampai Rp 10 Miliar.

Terkait dengan pelanggaran UU itu maka seharusnya aktifitas di dalam kawasan hutan lindung di Bulungan dan Nunukan harus dihentikan sampai adanya kepastian penyidikan dan penyelidikan dari Polda Kaltim serta status hukum jika kasus tersebut sampai ke ranah peradilan. Penambangan batu bara di Pulau Bunyu sebelumnya sudah diketahui Walhi Kalimantan Timur pada 2007 melalui investigasi yang dilakukan dengan dasar pengaduan dari masyarakat Kecamatan Bunyu. Ekosistem Pulau Bunyu saat ini terancam oleh eksploitasi pertambangan batubara oleh tiga perusahaan dengan menggunakan izin Kuasa Penambangan (KP) yang dikeluarkan oleh Bupati Bulungan. Tiga perusahaan tersebut adalah PT. Garda Tujuh Buana seluas 1.995 hektar, PT. Lamindo Inter Multikon seluas 1.000 ha, dan PT. Mitra Niaga Mulya/PT. Adani Global 1.900 ha dengan total keseluruhan izin konsesi sekitar 4.928 ha. (Ant/OL-06)

Puluhan Ribu Hektare Perkebunan Sawit tidak Miliki IPK

Jumat, 02 April 2010

SAMPIT--MI: Lahan seluas 60.000 hektare milik perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah, tidak memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

"Akibatnya ribuan meter kubik kayu hasil 'land clearing' (perbersihan lahan) terancam membusuk," kata Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah (setda) Kotim, Sanggol Lumban Gaol, di Sampit, Sabtu (3/4).

"Berdasarkan undang-undang No.41 Tahun 2009, setiap pemilik lahan perkebunan yang kawasannya telah dilakukan pelepasan, maka perusahaan yang bersangkutan diwajibkan mengurus dan memiliki IPK," katanya.

Menurut Gaol, bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sekarang sedang melakukan pembukaan lahan dan perbersihan lahan serta belum memiliki IPK, maka dianjurkan segera mengurus IPK tersebut. Saat ini, di Kotim terdapat seluas 60.000 hektare lahan perkebunan yang belum memiliki IPK, padahal lahan tersebut telah dibuka dan dibersihkan. IPK berlaku untuk lokasi pelepasan dan kawasan pinjam pakai.

Lahan tersebut berada di wilayah dua perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berbeda, yakni PT Hati Prima Agro (HPA) seluas 45.000 hektare dan PT Best Agro seluas 15.000 hektare. "Kedua perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut berada di wilayah Kecamatan Parenggean, Kotim. Karena tidak memiliki kemampuan untuk mengelola kayu hasil pembersihan lahan maka pihak perusahaan belum mengurus dan memiliki IPK," katanya.

Upaya untuk mengurus dan memiliki IPK telah dilakukan dan terakhir pihak perusahaan telah menyerahkan sepenuhnya untuk mengurus perijinan tersebut ke pemerintah kabupaten (pemkab) Kotim. Gaol mengungkapkan, sebetulnya kalau memang pihak perusahaan tidak cakap atau memiliki kemampuan dalam mengelola IPK, maka pihak perusahaan yang bersangkutan di perperbolehkan menggandeng rekanan yang mampu mengelola IPK.

"Permasalahan ini telah diserahkan sepenuhnya ke pemkab, untuk itu pemkab Kotim akan membantu perusahaan perkebunan untuk mencarikan rekanan yang mampu mengelola IPK," ungkapnya.

Hingga saat ini, sudah ada satu perusahaan yang telah mengajukan permohonannya untuk memanfaatkan kayu hasil pembersihan lahan milik perusahaan perkebunan kelapa sawit itu, perusahaan tersebut adalah Usaha Dagang (UD) Karya Budi dengan alamat domisili di Kecamatan Parenggean.

Pemkab Kotim masih belum memberikan rekomendasi, karena perusahaan UD Karya Budi masih belum diteliti oleh pihak kehutanan. Penelitian terhadap perusahaan pemohon tersebut dimaksutkan untuk mengetahui mampu atau tidaknya mengelola IPK. "Kami masih membuka peluang kepada perusahaan yang memiliki kemampuan dalam mengelola IPK untuk mendaftarkan perusahaannya ke Pemkab Kotim. Semakin banyak perusahaan yang mendaftar akan semakin bagus," terangnya. (Ant/OL-06)