Danau Sembuluh Contoh Kerusakan Ekosistem
Senin, 10 Mei 2010
Aktivis lingkungan hidup SOB dan Walhi meyakinkan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Seruyan telah merusak ekosistem di Danau Sembuluh, Kecamatan Telaga Pulang.
Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Nordin menyayangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seruyan membiarkan praktik pengrusakan di Danau Sembuluh tanpa mempedulikan kelangsungan lingkungan dan kehidupan warga sekitar.
Dalam pantauan SOB dari udara, 16 April lalu, jelas terlihat hamparan areal perkebunan kelapa sawit milik PT Hamparan Mas Sawit Bangun Persada (PT HMBP) telah menjorok ke dalam buffer zone (daerah penyangga) danau itu.
Sesuai ketentuan, menurut Nordin, perusahaan perkebunan kelapa sawit semestinya tidak boleh melakukan penanaman masuk jauh ke tepian danau. “Seharusnya, daerah penyangga minimal 500m dari bibir danau tidak boleh ditanami. Tapi, kenyataannya itu yang dilanggar,” kata Nordin kepada Tabengan, Senin (10/5).
Nordin menduga, perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut juga belum mengantongi izin analisis dampak lingkungan (Amdal). Kalaupun ada, itu pasti diterbitkan oleh Komisi Amdal yang kapasitasnya meragukan.
Berdasarkan data SOB, dari 1,6 juta hektar luas lahan di Kabupaten Seruyan, 598.000ha di antaranya telah berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Kondisi ini sangat ironis karena melahirkan kesenjangan antara investasi perkebunan dan kesejahteraan warga sekitar.
Dia mencontohkan, hidup masyarakat Danau Sembuluh pada kisaran tahun 1995-2000 sangat bergantung pada alam sekitar dengan kegiatan berladang dan menekuni industri kecil pembuatan perahu.
Ketika itu, warga bisa tenang menghidupi keluarganya dengan stok beras hasil pertanian sangat cukup. Setelah penjarahan lahan sampai ke Danau Sembuluh dengan perkebunan sawit, warga ahirnya kehilangan kesempatan bercocok tanam maupun mengembangkan industri kecil tersebut.
Gambaran tentang keprihatinan di Danau Sembuluh itu, juga dipertegas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng. Nasib Danau Sembuluh digambarkan semakin terancam. Hampir semua kawasan danau tersebut sudah dikelilingi pohon-pohon sawit, milik perusahaan delapan perkebunan besar.
“Celakanya, perusahaan sama sekali tidak mengindahkan aspek ekologis dengan menanam batang-batang sawit hingga ke bibir danau,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas kepada Tabengan.
Danau Sembuluh dulunya merupakan lumbung kehidupan masyarakat di lima desa. Di danau itu mereka mendapatkan ikan. “Sekarang, ikan-ikan di sana sudah terkuras drastis,” kata Rio, panggilan akrab Arie Rompas. “Karena itulah, program keramba yang digalakkan Pemkab Seruyan di danau itu gagal total.”
Rio juga mencatat, di Sungai Rungau yang mengairi Danau Sembuluh telah terjadi pencemaran limbah sawit dari salah satu perusahaan di sana. Ini menunjukkan ketidakpekaan Pemkab Seruyan dalam mengeluarkan izin kepada PBS-PBS. Semua zin perusahaan tersebut dikeluarkan oleh Bupati Seruyan.
Dari data Walhi Kalteng, delapan perusahaan yang operasional di seputar Danau Sembuluh adalah PT Rungau Alam Subur, PT Bina Sawit Abadi Pratama, PT Salonok LadangMas, PT Salawati Makmur, PT Rimba Harapan Sakti, PT Mustika Sembuluh, PT Agro Indomas, dan PT Kery Sawit Indonesia.
Wardian, tokoh masyarakat Danau Sembuluh yang dihubungi Tabengan, mengatakan, kehidupan masyarakat Sembuluh dari dulu tergantung dari hutan, sungai, dan danau. “Hutan menyediakan kayu-kayu untuk bangunan rumah maupun bahan baku pembuatan perahu dan kayu bakar. Di samping itu juga sebagai pelindung sepadan danau dan sungai yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat,” kata Wardian.
Selain hasil hutan, katanya, warga di sana juga berkebun karet, buah-buahan, salak, dan sebagainya. Hasilnya bisa untuk menghidupi keluarga dan sekolah anak-anak mereka.
“Sejak dulu nenek moyang kami ahli membuat perahu, dan sudah terkenal ke mana-mana. Bahannya berupa kayu ulin atau blangiran yang kami dapat dari alam di sekitar ini. Dari membuat perahu kami mampu bertahan hidup, bahkan ada yang berkali-kali naik haji,” kata Wardian.
Lebih lanjut Wardian mengatakan, dari danau mereka mendapatkan berbagai jenis ikan untuk memenuhi kehidupan dan menjualnya keluar daerah. “Kini, kebun-kebun kami itu dibabat habis untuk perkebunan sawit. Hanya tersisa tonggaknya. Ada pohon besar yang tersisa tidak bisa ditebang oleh perusahaan sawit, tapi itu pun berada dalam konsesi mereka,” keluhnya.
Kini, Danau Sembuluh mengalami pendangkalan dan kekeruhan yang menyebabkan kehidupan air danau menjadi terganggu. Ikan-ikan sangat berkurang. “Padahal, kami menghidupi keluarga dengan mencari ikan juga,” kata Wardian.
Dukung Kejati
Presiden Lumbung Informasi Rakyat Indonesia (LIRA) Kabupaten Seruyan Maryanto saat dihubungi dari Palangka Raya menyatakan, pihaknya mendukung Kejaksaan Tinggi Kalteng menelisik kasus pelanggaran penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Seruyan yang melibatkan Bupati Darwan Ali.
Menurut Maryanto, kasus itu sebenarnya sudah lama terjadi, pihaknya bahkan sudah tiga kali melaporkannya, tidak saja kepada pihak Kejaksaan Tinggi, tapi ke lembaga hukum yang lebih tinggi, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan KPK medio 2007 hingga 2008 lalu, namun semuanya masih kabur.
“Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga kali datang ke Seruyan untuk memeriksa kasus ini, namun sampai saat ini belum ada reaksi,” ujar Maryanto.
LIRA berpandangan, kasus pelanggaran penggunaan kawasan hutan di Seruyan memang menyalahi aturan. Data LIRA, di Seruyan saat ini terdapat 57 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan hampir semuanya tidak mengantongi izin pelepasan kawasan (IPK) dari Menteri Kehutanan. Mereka beroperasi di dalam kawasan hutan produksi (HP).
“Selain tidak mengantongi IPK, perusahaan perkebunan itu juga tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang diatur dalam peraturan Menteri Pertanian No.26 tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan,” kata Maryanto.
Maryanto menggambarkan, dari luas kawasan HP di Seruyan sekitar 500 ribu hektar, 300 ribu hektar di antaranya telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. (anr/str/akm)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar