Harapan Lingkungan Di 2010
Kamis, 04 Maret 2010
Oleh : Yanto Bashri - Dalam dasawarsa terakhir terasa mahal mencari lingkungan hidup yang dapat memperlancar aktivitas hidup, dapat menjadi tempat berkembang biaknya semua makhluk hidup, serta bisa berdampak ekonomi dan budaya. Lingkungan hidup di mana-mana sudah rusak akibat penebangan hutan secara massif dan polusi yang tak terkendali dari kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern dan lainnya.
Cerita tentang kerusakan hutan merupakan cerita panjang. Sejak zaman Orde Baru kita sudah mendengar tentang rusaknya hutan. Ketika itu pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan recovery ekonomi yang diperoleh dari bahan bakar minyak mentah. Namun, ketika supply BBM sudah semakin menipis akibat tidak bisa didaur ulang, maka pemerintah kemudian melirik hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui menjadi tempat tersedianya organisme yang secara alami.
Bagi dunia internasional kerusakan hutan Indonesia bukan rahasia lagi. karena kita memperlakukan hutan sebagai komoditas perdagangan tanpa memperhitungkan posisi penting hutan sebagai penjaga keseimbangan air tanah, iklim dan paru-paru dunia. Setiap saat hutan selalu ditebang dengan dalih untuk pertumbuhan ekonomi. “Sebanyak 1,1 juta hektar hutan kita rusak setiap tahun,” sebut Gusti Muhammad Hatta beberapa hari setelah dilantik menjadi Menteri Lingkungan Hidup.
Data World Research Institute menyebut bahwa hutan asli Indonesia telah hilang 72%, artinya hutan kita yang ada sisanya tinggal 28%. Data dari Departemen Kehutanan RI sendiri menunjukkan bahwa 25% hutan di Indonesia telah rusak parah. Dengan demikian, kalau kita berasumsi bahwa laju kerusakan hutan mencapai 300 kali lapangan sepakbola barangkali menjadi angka yang tidak dapat kita elakkan. Hal ini memberikan pemahaman jelas tentang perilaku barbarian sebagian kecil kita dalam mengelola hutan.
Kondisi ini disadari atau tidak, akan mempercepat dampak pemanasan global yang mengancam kehancuran alam di Indonesia maupun dunia. Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa planet bumi semakin panas yang diakibatkan oleh gas gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Bahwa beberapa jenis gas rumah kaca (greenhouse effect) bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami belakangan ini, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut. Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh menipisnya jumlah hutan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, peternakan, serta pembangkit tenaga listrik.
Panasnya planet bumi ini akan mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb. Sedangkan bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dampaknya meliputi: (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai; (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara; (c) gangguan terhadap permukiman penduduk; (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian; (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb).
Kenaikan permukaan laut jelas bisa mengancam pulau dan masyarakat-masyarakat sekitar pantai, siklus hidrologi dapat meningkatkan kehebatan banjir dan musim kering serta terjadinya curah hujan yang ekstrem, dan perubahan ekologis bisa mengancam produktivitas pertanian dan banyak berpengaruh pada kesehatan manusia.
Hingga saat ini, para ilmuwan menyebut, suhu dunia naik hingga empat derajat dan diperkirakan naik menjadi enam derajat pada tahun-tahun mendatang –maksimal pada 2030. Bila kondisi tersebut dibiarkan berlangsung maka sebanyak 30-40 juta penduduk Indonesia terancam menjadi korban dampak pemanasan global.
Satu hal yang sulit dipungkiri bahwa rusaknya hutan yang saat ini terjadi karena eksploitasi hutan dalam rangka industrialisasi. Sebuah data menunjukkan total hutan Indonesia mencapai 120,35 juta hektar dari wilayah seluas 1.919.440 kilometer persegi. Indonesia sekarang ini juga menjadi negara penghasil kayu utama dunia dalam bentuk kayu lapis, kayu gergajian, kayu pertukangan, furnitur, hingga produk bubur kertas.
Kayu-kayu kemudian diekspor ke banyak negara utamanya Malaysia, Singapura, China, Jepang, Korea Selatan, negara Eropa, dan Amerika. Industrialisasi yang mengabaikan aspek kearifan alam ini tentu sangat mengancam kelangsungan sumber daya hutan kita.
Menyadari dampak pemanasan global yang begitu besar tersebut dan melihat pola rusaknya hutan yang terorganisir dengan geliat industrialisasi ini, maka kita dapat berpandangan bahwa masalah lingkungan pada 2010 tetap menjadi masalah pelik dan tidak mudah.
Karenanya, penyelesaiannya tidak cukup hanya melakukan wacana tingkat elit, misalnya seruan kepada masyarakat menanam pohon setiap orang atau gerakan tanam pohon. Kalaupun gerakan tersebut berwujud nyata tetap tidaklah sebanding dengan laju kerusakan hutan yang setiap hari terus mengalami peningkatan.
Pemerintah harus secara tegas melakukan prioritas bahwa tahun pertama pemerintahan ini merupakan pemeliharaan lingkungan, pengembalian hutan, dan seterusnya. Karena bersifat prioritas tentu tidak mengabaikan bidang-bidang yang lain.
Selain itu, hukum harus betul-betul ditegakkan terhadap siapa saja yang merusak lingkungan dan menebang hutan. Belum lama kita menyaksikan di layar televisi tentang penebangan kayu secara illegal di Kalimantan untuk keperluan ekspor ke negeri-negeri tetangga –sebuah ironi di tengah-tengah kita mengatasi panasnya planet bumi.
Ahirnya, dalam prinsip ekonomi disebutkan bahwa memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, tetapi dengan memperhatikan keseimbangan alam dan pelestarian hutan di sekeliling kita untuk menjaga kelangsungan kehidupan yang baik bagi umat manusia. Kita berharap semoga Allah tetap sayang pada kita dan bangsa ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar